Orang Kaya Bodoh Dan Polisi Mabok

Anakku yang satu ini aku beri nama DESA NUSANTARA , aku ingin dia tumbuh cerdas, sehat beraklak mulia dan jadi pemimpin ditanah bertuah ini. Nama ini di tabalkan untuknya untuk mengenang sebuah nilai yang tak terukur, mudah di ingat, untuk motivasi diri anakku, unik, sederhana dan Indonesia banget.
Suatu hari kami jalan sore-sore di jalan Jend. Achmad Yani.
Cahaya Mataku ini, saya dudukan di atas tangki BBM motor tuaku, tepatnya didepanku diantara dua pahaku dan kuikat dia dengan Sit Belt buatanku sendiri dari jilbab kekasihku, Sit Belt ini berhubungan dengan tali pinggangku, amaaan lho.
Perjalanan santai, nyaman dan lancar itu kami selingi dengan bergurau dengan kedua temanku sesekali gurau dengan Desa, sesekali ke Bundanya, Gurauku pada istriku memang agak lain, belum lagi kubumbui dengan asam garam khusus orang dewasa, terutama dengan bahasa tubuhku berkali kubuat istriku tersenyum, tertawa dan marah sampai ia mencubit pinggangku, tapi aku tahu itu cubitan sayang, buktinya cubitannya tak sakit, malah aku senang.. Tiba-tiba anakku bertanya pada Bundanya : “ Bunda mengapa orang dalam mobil itu boleh buang sampah di jalan, kok DESA nggak boleh ?”. Bundanya jawab dengan lemah lembut, bahwa orang dalam mobil itu khilaf dia telajak buang sampah, dia tak sengaja, kalau Desa kan anak Bunda yang smart, sambil acung jempol pada anaknya. Tapi anakku ini masih mempertanyakan terus tentang orang buang sampah dari mobil mewah yang meluncur didepan kami, sepertinya dia belum puas dengan jawaban Bundanya. Ahkirnya aku ikut menyela agak keras sesuai karakterku : “ Itu Orang Kaya Tapi Bodoh”, eh ternyata ampuh anak diam sejenak dan mepertanyakan hal lain.
Kami berhenti di lampu merah di batas kota Pontianak dengan Kab. Kubu Raya, tepatnya simpang Sungai Raya Dalam, belum lagi lampu hijau sebagaian pengendara melecit menerobos lampu merah, akupun segera bergegas mengikuti arus.
“Ayah jangan ikuti mereka, kita ini guru, sabar… sebentar lagi lampu hijau sayang.” Kata penasehat sekaligus pendampingku ini, sembari memegang dadaku. “Ya .. ya.. ya.. terima kasih sayang” rasa sejuk tentram hatiku bersama mereka.
Beberapa waktu kemudian kami belok ke kanan memasuki jalan Sungai Raya Dalam (serdam) jalan sedang dalam perbaikan, kamipun terhempas-hempas berulang-ulang. Tak lama sepeda motor tuaku memasuk suatu komplek perumahan, jalan masuknya hampir setiap lima meter ada polisi tidur dan rambu hati-hati banyak anak-anak, kecepatan maksimal 5 Km/Jam (xie…xie sangat protektif).
Goyangan itumenjadikan istriku pegang peluk bahuku makin erat , anakku berkomentar lagi : “Kok bigini jalannya Ayah?”
Aku jawab sambil menghiburnya : “ Sabar ya sayang sebentarlagi nyampek kok”. Perempuan terindahku menambahkan jawabanku: “ Itu polisi tidur sayang”.. Tanpa kami sangka anakku membenarkan jawaban Bundanya : “Kalau sikit polisi tidur Bunda, kalau banyak POLISI MABOK !” Katanya dengan intonasi geram. Dalam hatiku persis bundanya.
Mendadak sondak kami tertawa bersama.


NB. Maaf anakku pak/bu polisi, maklum anak kecil, terima kasih.

0 komentar:

Blog Edukatif

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP