sampanku bahteraku

Ketika berita tentang keganasan badai yang menghempaskan berbagai benda di lautan atau di pantai, yang selalu ditayangkan di media massa terutama di TV, rasa miris, rasa sedih, rasa menyesal, rasa ingin berontak dari keadaan, semua rasa itu bergaul bagai gado-gado, tak jelas mana yang dominan.

Kapal yang terbuat dari besi, kayu, Fibreglass atau terbuat dari emaspun tak dapat menjadi jaminnya keselamatan bagi sebuah pelayaran menuju pelabuhan idaman. Berbagai cara dan ketrampilan yang dilakukan seorang juru mudi dan nakhoda untuk menyelamatkan bahtera beserta dengan Anak Buah Kapal (ABK) penumpang dan segala isi dan muatan lainnya itu, toh akhirnya bahtera sebesar dan sekokoh itu karam juga.

Tidak semua kejadian di laut karena badai, masih ingat kejadian seperti kapal tanker raksasa milik Jepang Showa Maru kandas juga di Selat Sumatera dan menumpahkan jutaan gallon minyak mentah, dari kejadian ini banyak hikmah yang dapat diambil oleh pemerintah dari negara yang berada di kedua sisi selat tersebut seperti Malaysia, Singapura, Indonesia, Muang Thai mulai dari berdampak pada lingkungan sekitar biota laut , ekonomi politik Hankam, hubungan regional dan international baik bilateral maupun multilateral, terjadinya pengalihan jalur pelayaran kapal tanker raksasa dipindah dari Jalur Timur Tengah melalui Selat Sumatera ke Jepang, terpaksa dipindah ke jalur Timur Tengah Lewat Selat Lombok dan sekitarnya, memang jalur ini lebih jauh dan tentu saja jalur biaya tinggi, Namun jalur ini adalah daerah laut yang dalam.

Suatu keajaiban kalau pak Ahmad Kakap, seorang nelayan kecil yang masih eksis dapat bertahan hingga kini dan dapat lolos dari amukan badai Laut Cina Selatan sehebat kemarin, dimana gelombang mencapai setinggi kurang lebih 4 meter, angin berhembus mencapai lebih dari 80 Km /jam.

Kejadian yang semirip itu itu pernah keluargaku dan sahabatku alami, ketika dari kantor tempatku bekerja melakukan piknik akhir tahun persekolahan sekitar bulan Juli ke Pulau Temajo, bayangkan kami naik sampan pulang pergi, hanya sebuah sampan kayu yang dilengkapi motor tempel merek Dong Peng buatan China tahun 80 an bermuatan 14 Nyawa dan seorang juru mudi.

Sebuah tujuan yang yang baru, Pulau Temajo sebuah pulau yang dipersiapkan menjadi pelabuhan Laut terbesar di Kalimantan Barat, sebagai kawasan Wisata dan tempat peristirahatan yang repersentatif. Pulau ini dikelilingi oleh aneka tipe geologi yang beragam, ada pantai berbatu karang, ada pantai berpasir putih, ada pantai berlumpur, ada pantai berbatu granit, ada pantai yang terjal seolah langsung ke dasar laut. Pulau yang membantang sejajar garis apantai Pulau Kalimantan ini. Pantai sebelah barat menghadap ke Laut Cina Selatan, yang berangin deras dan bergelombang besar, disinilah kami menginap di sebuah rumah penduduk yang khusus disewahkan untuk itu. Pantai sebelah timur memenghadap ke daratan pulau Kalimantan, pada pantai yang timur ini banyak nyamuk tapi lebih kaya flora dan faunanya.

Pengalaman dengan pulau ini luar biasa, terombang-ambing dalam gelombang yang lebih tinggi dari sampan kami, sehingga jika sampan itu sedang didasar gelombang tiada pemandangan lain kecuali air laut yang mengelilingi kami, ketika kami di puncak gelombang pemandanga luas membentang dan sampan meluncur seperti papan selancar hingga tiba- sudah dibagian cekungan gelombang, berjuta kali itu berulang-ulang, hingga anak-anakku tertidur dalam pelukan bundanya, sementar bundanya terus berzikir dan membaca ayat Al Qur’an dalam hati menenangkan hati yang begitu panjang dan mencekam.

Saya dengan Pak Arifin sobatku satu ini sibuk membagi benda-benda yang bisa terapung jika terjadi musibah karam atau apalah namanya, memang tak masuk akal dalam keadaan seperti setegang itu kami dapat berbicara dengan logika merencanakan upaya keselamatan keluarga, memang sampan ini tidak memilki pelampung satupun, Astaghfirrullah.

Aku yang paling heran melihat tingkah anakku yang sulung memang seorang petualang sejati seperti Ayahnya kaleee, (bayangkan seorang wanita baru kuliah di semester dua dia sudah mendaki Bukit Kelam di Kab. Sintang, Mendaki Gunung Niut Di Kab. Bengkayang, Diksar Mapala di Tanjung Gundul), dalam keadaan seperti itu dia sempat bernyanyi dengan tema cinta bersama teman prianya, akupun tak menegurnya karena rasa takut itu relatif setiap individu dan aku tak akan menularkan rasa takut kepada anakku ini, biar dia rasakan sendiri.

Sampai dirumah rasa capek saja yang tersisa tapi bahagia yang tak terukur jiwa, ada hikmah, pertama dapat kumpul di satu sampan dengan semua anak-anakku senasib sepenanggungan walaupun beda menangkap makna, tak apa. Kedua aku sadar aku beda kurikulum dengan para cahaya mataku itu. Ketiga aku telah menunaikan hadiah naik kelas untuk anak-anakku. Keempat tuhan telah menunjukkan kebesarannya pada keluargaku.

Diakhir percakapan tentang pengalaman selama liburan dan suasana mencekam yang terjadi, kutanya pada mereka, apakah masih mau lagi pergi ke Pulau Temajo. Mereka serempak jawab mau…..!!!! Mauuuuuuu..

Aku heran ….way kok….kok tidak trauma sama sekali ya ?111

Esok hari celoteh kawan –kawan ku secarah umum mengatakan jerah, takut, tak mau lagi ahh.. ngeri…, serammm. Ada yang mau tapi jangan bulan Juli bulan Agustus saja dan komentar macam ragamlah, yo wis.

Sampanku bahteraku telah membawa kami berbahagia, berpetualangan, berlayar, ber bagi, bersama, berdo’a, berteriak merdeka, bermusyawarah dan mengatakan “ tidak”.

“Tidak” tidak mau berjauh hati sesama.

“Tidak” tidak mau menutup hati dari sesama.

“Tidak” tidak mau bercerai berai dari sesama.

“Tidak” tidak ada kata berpangku tangan tanpa karya dan belajar sepanjang masa.

“Tidak” kalau kamu tak ikut. Ayo........!

0 komentar:

Blog Edukatif

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP